Halaman

Sabtu, 21 Januari 2017

16-Januari-2017

Pagi ini, aku dilanda rasa haru yang entah jelmaan kebahagiaan atau kesedihan, sesak memenuhi rongga dada. Rasa takjub dan banyak rasa lain yang sulit aku terjemahkan saat itu. Saat ketika seorang sahabat masa kecil datang bersama rombongan keluarga besarnya lengkap dengan buah tangan yang terlihat cantik dengan bentuk yang beraneka ragam. Ya, saat itu aku tau tujuan mereka datang, adalah untuk menepati janjinya dulu, janji yang selalu aku anggap guyonan, janji yang ternyata membuatnya bekerja lebih keras untuk itu. Sangat mengejutkan. Ramah tamah yang basa-basi pun berlanjut cukup hikmat, sampai tiba momen dimana aku terkekeh mendengarnya, “ hari ini gue datang datang untuk tepatin janji gue dulu, tapi maaf kali ini gue ga nyiapin kalimat-kalimat gombal dan sebatang coklat kecil kaya biasanya, gue cuma bawa ini, surat-surat bukti kepemilikan dan laporan kinerja perusahaan yang alhamdulillah berhasil gue rintis dan kembangin sampai cukup untuk nepatin janji gue ke lu dulu. Gimana? Udah siapkan? Aga lama dan semoga belum terlambat atau keduluin orang. Haha”. Speechless aseli. Tiba-tiba memori a couple years ago yang tersimpan rapi dalam otak bagian belakang kembali muncul dan rasanya ingin aku ceritakan kembali disini.

Aku mengenalnya ketika duduk dibangku kelas 4 sekolah dasar. Dia murid pindahan yang kedatangannya cukup meresahkan dengan  segala tingkah kepemimpinannya yang nakal dan disegani semua siswa dan tentunya menjengkelkan bagi kaum siswi disekolah itu. Tak heran berbagai julukan menghinggapinya mulai dari si raja onar, ketua geng dan lain-lain yang kurang aku ingat dengan baik. Objek yang menjadi sasaran utama para guru yang naik pitam karena ulahnya dan anak-anak buahnya. Dan aku salah satu siswi yang berani mentang pendapat dan ulah mereka, aku rasa dia bukan sesuatu yang menakutkan, namun tidak jarang aku dibuat merengek karena ulahnya. Keluar masuk ruang guru karena perdebatan rusuh antara aku dan dia rasanya sudah menjadi hal biasa bagi teman-teman kami dulu. Ketika memasuki tingkat akhir kami mulai mereda dan sedikit berdamai. Mungkin sudah bosan dengan siklus perdebatan yang ujung-ujungnya kami pasti berdamai diruangan itu dan disaksikan guru-guru. Semenjak itu dia menjadi luluh dan memperlakukan aku dengan istimewa, tidak ada siswa yang berani mengganggu atau menggodaku sejak itu. Bahkan obrolan-obrolan hangat, gombalan-gombalan romantis sampai sebatang cokelat kecil bertabur almond hampir selalu mengisi kekosongan diwaktu-waktu santai selama kegiatan sekolah kadang berlanjut hingga jam pulang sekolah. Sedikit menghibur dan menjadi salah satu alasan dia mulai rajin datang kesekolah, dimana sebelumnya guru selalu mengutus salah satu siswa untuk menjemputnya kesekolah. Bukan perlakuan istimewa namun untuk dipermalukan setelah dia berhasil dibujuk dan datang kesekolah. Haha

Sedikit menggelikan ketika mengenangnya kembali, karena you have to realize that’s cerita seragam merah putihhhhh. Haha. Kisah kita sempat terputus ketika dia dan rombongan keluarganya dimutasi ke lain daerah, entah kemana. Aku tidak tau dan tidak mau tau tau. Dan garis takdir mempertemukan kita kembali, pada acara penyyambutan pergantian tahun kalender masehi sekaligus ajang reuni tingkat sekolah dasar. Setelah pertemuan cukup panjang itu akhirnya komunikasi kembali terjalin dengan baik, bahkan hingga aku memutuskan untuk menerima ajakannya untuk menjalin hubungan lebih. Pacaran. Ketika itu kita sudah berseragamputih abu, jadi sedikit wajar. Keragu-raguanku selama ini ternyta benar, hal-hal yang selalu menjadi pertimnabnagn dan sedikit firasat itu benar. Nyatanya hari-hari dengan status pacar justeru mebut kita merenggang dan canggung. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk kita berubah menjadi sahabat kembali. Setelah itu kita sama-sama menghilang. Dan takdir kembali mepertemukan kita, kita menempuh pendidikan untuk mendapatkan gelar sarjana di universitas yang sama. komunikasi dan intensitas pertemuan kembali membaik. Pulang pergi bareng kekampus, aku sih yang nebeng lebih tepatnya. Dari jaman putih merah dia selalu berucap bahwa dia akan melamarku sebagai istrinya. Namun aku selalu hampir menolaknya dengan gaya-gaya cewe matre, “punya apa?” haha. Hingga suatu hari dia bersumpah serapah akan melamar ku ketika dia sudah sukses dan mempunyai perusahaan sendiri. Lucu, tentu saja lucu. Namun, diam-diam aku selalu mengamini doa yang baik itu, rasanya aku akan sangat bahagia mengetahui sahabatku sukses, bukan soal lamaran itu. Entah apa yang selalu da ceritakan kepada mamanya, sehingga mamanya selalu ikut membantu promosi ke mama aku untuk menyakinkan anaknya layak denganku kelak. Haha.

Sebelum akhirnya alarm bergemuruh dan memaksaku kembali kedunia nyata. Kedunia dimana hari ini tepat 15 bulan aku menjalani hubungan dengan seseorang yang aku sebut pacar. Rencananya hari ini kita akan menikmati momen di tanggal 16 dengan bermain air di daerah babakan madang sentul. Pasti menyenangkan dan aku akan segera bergegas setelah ini. Oooya, bahkan detik ini aku tidak tahu kabar dan keberadaan sahabat yang menjadi tokoh utama di bunga tidurku semalam.

#bungatidur1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar