MAKNA SEBUAH TITIPAN
(WS Rendra)
Sering kali aku berkata,
ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini
hanya titipan, bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan
Nya, bahwa hartaku hanya titipan Nya, bahwa putraku hanya titipan Nya,
Tetapi, mengapa aku tak
pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan
padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku,
apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak
atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru
terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali,
kusebut itu sebagai musibah, kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai
petaka, kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah
derita.
Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak
harta,
ingin lebih banyak
mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak
popularitas,
dan kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
Seolah semua “derita”
adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan
kasihNya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap
menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah
mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas
“perlakuan baikku”, dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari
kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
Lalu apa yang
terlintas mengenai puisi tersebut? Entahlah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar